Kasus Sum Kuning merupakan kasus pemerkosaan terhadap seorang wanita bernama Sumaridjem yang terjadi di Yogyakarta pada 21 September 1970. Kala itu, Sumaridjem yang masih berusia 17 tahun, diculik oleh segerombolan pria dengan menggunakan mobil kemudian diperkosa
Kronolgi bermula, pada 21 September 1970, Sumaridjem pulang terlambat sehingga terpaksa harus menyusuri malam sendirian. Gadis penjual telur ini pun tidak bisa mengendarai bus kota, karena selepas pukul 17.00 WIB sudah tidak ada lagi bus kota yang lewat di Ngampilan. Oleh karena itu, Sumaridjem terpaksa berjalan ke arah utara, melewati Jalan Patuk menuju ke Jalan Ngupasan.
Sesampainya di Ngupasan, bus kota yang menuju ke arah Godean tidak juga kunjung datang. Akhirnya, sumaridjem tetap berjalan dengan penuh rasa was-was, karena hari itu juga sudah gelap dan kondisi jalanan sudah sangat sepi.
Sewaktu Sumaridjem melintas di timur Asrama Polisi Patuk, tiba-tiba ada sebuah mobil yang hampir menyerempet dan berhenti di dekatnya. Setelah itu, segerombolan pemuda gondrong turun dari mobil dan menculik Sumaridjem. Selama di dalam mobil, ia diancam menggunakan belati yang ditempelkan di lehernya.
Tidak lama kemudian, Sumaridjem dibius hingga hampir tidak sadarkan diri. Dalam kondisi setengah sadar, Sumaridjem mengingat ada sebuah kain panjang yang disekapkan ke dalam alat vitalnya. Rupanya malam itu Sumaridjem diperkosa oleh para pemuda tersebut. Parahnya, uang hasil dagangannya sejumlah Rp 4.650 juga diambil.
Lalu, sumaridjem dibuang di tepi Jalan Wates-Purworejo, daerah Gamping. Sumaridjem yang tak berdaya saat itu berjuang keras berjalan menuju ke arah kota Yogyakarta..
Ketika hari agak terang, Dengan sisa uang Rp100 dan tubuh tak berdaya, Sumaridjem menyetop becak. Si pengayuh becak lalu mengantarkannya ke rumah salah seorang langganannya di Bumijo, Nyonya Sulardi.
Nyonya sulardi ini untungnya mempunyai tetangga yang berprofesi sebagai wartawan. Hingga akhirnya. tetangga nya tersebut menghubungi Imam Sutrisno, salah satu wartawan Kedaulatan Rakyat.
Imam pun, melapor ke unit polisi militer dan setelah itu, polisi militer tersebut membawa Sum untuk visum ke rumah sakit Bethesda.
Kasus ini viral saat itu, menyebar luas di masyarakat Yogyakarta. Tak lama juga polisi menangkap seseorang bernama Budidono, makelar mobil, yang mengaku sebagai pemerkosa Sum.
Budidono membuat pengakuan mengejutkan, yaitu bahwa tiga orang pemerkosa lainnya adalah anak pejabat yang ada di Yogyakarta. Pengakuan ini lantas bocor dan beredar juga di masyarakat.
Na’as bagi Sumirajem, justru, ia malah dituduh berbohong pada polisi, bahkan ia dituduh sebagai anggota Gerwani (gerakan wanita indonesia) underbownya PKI. Tuduhan bahwa Sum berbohong ke polisi bahkan sempat dibawa ke pengadilan dengan jaksa mengajukan hukuman tiga bulan penjara. Namun, permintaan itu ditolak Hakim karena tak ada bukti kebohongan Sum.
Pada tahun 1971, Kapolri Jendral Hoegeng Imam Santoso membentuk Tim Pemeriksa kasus Sum Kuning untuk menyelidiki siapa saja yang terlibat dalam pemerkosaan Sumaridjem. Namun, ketika Kapolri Hoegeng melaporkan perkembangan kasus tersebut kepada Presiden Soeharto. Bukanya meberi dukungan, sang presiden justru meminta agar kasus itu diambil alih Tim Pemeriksa Pusat/Kopkamtib. Kasus Sum Kuning dianggap berdimensi politik luas, sehingga rezim Soeharto merasa perlu mengambilalih sepenuhnya.
Sejak saat itu Kapolri Hoegeng kehilangan jejak perkembangan kasus Sum Kuning. Dan sampai saat ini tidak benar-benar diketahui siapa saja orang yang memperkosa Sumaridjem pada sore hari tanggal 21 September 1970 itu.