JAKARTA – BantenOnlineNews.Com
Revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) telah menghasilkan berbagai perubahan signifikan. Salah satu poin utama dalam revisi ini adalah penambahan jumlah kementerian dan lembaga yang dapat diisi oleh prajurit TNI aktif, dari sebelumnya 10 menjadi 16 institusi.
Isi Revisi RUU TNI 2025
Dalam rapat Panitia Kerja (Panja) Revisi UU TNI yang diadakan di Hotel Fairmont, Jakarta Pusat pada 14-15 Maret 2025, telah disepakati bahwa Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) menjadi lembaga tambahan yang dapat diisi oleh prajurit TNI aktif.
Sebelumnya, UU TNI yang masih berlaku hanya mengizinkan 10 institusi untuk ditempati prajurit TNI aktif, antara lain:
Kantor Bidang Koordinator Politik dan Keamanan Negara
Pertahanan Negara
Sekretaris Militer Presiden
Intelijen Negara
Sandi Negara
Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas)
Dewan Pertahanan Nasional
Search and Rescue (SAR) Nasional
Badan Narkotika Nasional
Mahkamah Agung
Dengan revisi yang dilakukan, enam institusi tambahan yang kini dapat diisi oleh prajurit TNI aktif adalah:
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB)
Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT)
Keamanan Laut
Kejaksaan Agung
Kementerian Kelautan dan Perikanan
Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP)
Makna dan Implikasi Revisi RUU TNI
Revisi ini membawa beberapa implikasi yang cukup luas, baik dari segi pemerintahan, keamanan, maupun keseimbangan antara sipil dan militer:
Perluasan Peran TNI di Sektor SipilDengan bertambahnya jumlah lembaga yang dapat diisi oleh prajurit TNI aktif, terjadi perluasan peran militer dalam pemerintahan sipil. Hal ini dinilai sebagai upaya memperkuat koordinasi di bidang keamanan nasional dan tanggap darurat, terutama pada institusi seperti BNPB dan BNPT.
Kekhawatiran Kembalinya Dwifungsi ABRIBeberapa pengamat, seperti Peneliti Senior Imparsial, Al Araf, mengkhawatirkan bahwa revisi ini membuka kembali ruang bagi dwifungsi ABRI seperti pada era Orde Baru. Menurutnya, tugas utama TNI adalah dalam bidang pertahanan, bukan mengisi jabatan-jabatan sipil yang dapat mengaburkan peran militer dan pemerintahan.
Penguatan Pengawasan PublikSejumlah pihak menilai bahwa yang lebih mendesak dibandingkan perluasan peran TNI dalam jabatan sipil adalah penguatan sistem pengawasan publik. Dengan demikian, transparansi dan akuntabilitas dalam pelaksanaan tugas militer dan pemerintahan dapat lebih terjaga.
Dinamika Politik dan Keamanan NasionalPerubahan ini juga mencerminkan dinamika politik dan keamanan nasional yang terus berkembang. Dengan meningkatnya ancaman di bidang keamanan maritim, bencana alam, dan terorisme, peran TNI dalam lembaga terkait menjadi lebih strategis.
Revisi RUU TNI 2025 membawa perubahan yang cukup besar dalam hubungan antara militer dan institusi sipil. Meskipun ada tujuan untuk memperkuat keamanan dan koordinasi pemerintahan, tetap diperlukan pengawasan yang ketat agar prinsip supremasi sipil dalam demokrasi tidak tergerus. Polemik mengenai revisi ini masih akan terus berkembang, terutama terkait dampaknya terhadap tata kelola pemerintahan yang demokratis dan profesionalisme TNI dalam bidang pertahanan.
(RED)